Soleman Itlay (Foto: Dok KM) |
Oleh: Soleman Itlay
Mari kita menjadikan “Papua Itu Rumah Kita”. Setiap orang memiliki tugas dan kewajiban untuk merawat segala ciptaan Allah yang ada di bumi Papua yang merupakan lingkungan hidup kita. Tugas kita adalah menjaga dan memelihara segala sarwa yang ada di muka bumi surga kecil yang jatuh ke bumi, Papua. Sementara setiap insan kita yang memiliki kewajiban terhadap lingkungan hidup, diajak untuk membangun budaya peduli sebagai dasar pedoman hidup agar menghadapi dan ikut serta menyelesaikan berbagai dinamika sosial yang terjadi di sekitar.
Kondisi Papua benar – benar mengkawatirkan akhir – akhir ini. Hampir setiap hari dan daerah terdengar terjadi kerusuhan diantara satu sama lain dalam lingkaran suku, agama, dan ras yang berujung pada pertumpahan darah dan korban jiwa. Banyak pihak mulai dari pemimpin daerah, akademisi, pengamat dan pemerhati sosial dan berbagai kalangan yang peduli dengan daerah terus menerus memberikan ide brilian dan solusi yang tepat terkait bagaimana menciptakan Papua tanah damai melalui berbagai ruang informasi publik. Dari setiap pemikiran cemerlang dan solusi yang direkomendasikan, sepertinya masih juga dibutuhkan konsep baru lagi untuk mengatasi konflik SARA di Papua.
Memang tak bisa dipungkuri, kinerja berbagai pihak seperti pimpinan daerah, agama, adat, lembaga pemerintah, LSM dan organisasi berhasil menyelesaikan persoalan dan turut aktif menciptakan keamanan dan ketertiban masyarakat. Tetapi selalu ada saja, satu peristiwa belum selesai timbul lagi peristiwa yang baru. Tentunya, setiap peristiwa berbeda yang membuahkan darah dan nyawa manusia itu, dibutuhkan pola penanganan dan penyelesaian yang berbeda pula. Sehingga sering mengalami hambatan tersendiri bagi semua pemerhati untuk menyelesaikan kasus secara cepat.
Bagusnya, setelah satu peristiwa pecah semua pihak yang berkepentingan tangkas bertindak untuk menyelesaikan kasus. Hal itu terlihat dari beberapa kajadian belakangan ini, dimana setiap organisasi dan penguyuban terlihat aktif langsung guna menyelesaikan persoalan di setiap daerah. Tetapi satu hal yang tidak kalah pentingnya adalah bagaiman setiap komunitas yang ada bekerja sama, memberikan sosialisasi dari satu penguyuban ke penguyuban yang lain. Percaya atau tidak, hal tersebut akan membantu semua pihak demi meminimalisir konflik yang akan terjadi di sekitar kita.
Kerja sama yang dimaksu, masuk dalam mitra kerja organisasi dalam lingkaran SARA di Papua. Kemungkinan besar konsep seperti ini dibutuhkan waktu dan proses yang panjang, namun harus dilakukan pada semua tingkatan penguyuban atau organisasi yang ada. Pemikiran ini mengandung nilai positif, tentu akan membantu semua pihak yang menginginkan Papua itu damai. Kongkritnya, dengan adanya hubungan kedekatan emosional diantara satu dengan yang lain atau dapat dikatakan kelompok A versus B, tetapi kalau sudah ada hubungan tersebut otomatis akan membantu semua pihak. Bahkan pengaruhnya tidak akan meruak di kalangan umum masyarakat umum.
Hubungan kedekatan atau kerja sama ini harus dimulai dari sekarang pada setiap organisasi dan penguyuban masing – masing. Setiap pimpinan kerukunan suku, agama dan ras yang ada, hukumnya wajib untuk memberikan pemahaman kepada anggota masyarakat dari anak – anak sampai usia dewasa. Tapi semua itu perlu dilakukan dalam bingkai kalimat “Papua Itu Rumah Kita” dan dengan satu tujuan mendorong Papua tanah damai disamping menciptakan keamanan dan ketertiban masyarakat umum.
Istilah Papua Itu Rumah Kita, dipandang penting diterjemahkan oleh setiap orang, suku, adat, agama, bangsa yang berada di tanah ini guna menciptakan suasana damai dan harmonis sebagai sesama manusia yang mampu saling menghargai dan dihargai, mencintai dan dicintai, mendukung dan didukung satu sama lain. Istilah “Papua Itu Rumah Kita” harus dimaknai betul oleh setiap orang baik secara pribadi maupun kelompok. Kalimat tersebut memiliki makna yang lebih dalam dan sangat besar. Bahkan memberikan suatu peringatan besar kepada setiap orang dan kelompok supaya menciptakan Papua tanah damai yang diharapkan oleh semua pihak.
Papua tanah damai yang senantiasa dirindukan semua pemangku kepentingan, takkan dapat tercipta bila slogan “Papua Itu Rumah Kita” tidak ditermahkan baik ataupun asal mengartikan oleh semua pihak. Konsep untuk menciptkan Papua tanah damai itu memang banyak pun juga boleh berbeda tetapi penulis mengajak agar dimulai dari setiap organisasi dan kerukunan yang ada dengan cara kerja sama dan membangun hubungan yang lebih erat melalui iven tertentu yang sifatnya membangun hubungan emosional yang baik.
Sehingga kelak tercipta lingkungan bumi Papua yang aman, nyaman dan damai sebagaimana dinantikan oleh semua pihak. Kita yang berada di Papua mesti membangun hubungan yang lebih intens satu sama lain. Tidak boleh lagi saling menjatuhkan, ah ko dari pendatang, sa dari Papua, ko dari gunung, sa dari Pantai. Harapan saya, kita boleh dikatakan pendatang dan asli Papua tapi tidak tinggal di luar Papua, kita boleh dikatakan pesisir dan gunung tapi tidak berada pesisir dan gunung di luar Papua. Kita semua ada di Papua maka kita adalah orang Papua.
Untuk itu, penting sekali kita membangun hubungan kooperatif tanpa menjatuhkan satu sama lain. Tetapi selalu saling mendukung, mengayomi, membantu satu sama lain. Apa pun itu masalah di sekitar kita, apalagi itu terjadi di Papua maka kita diwajibkan untuk terlibat aktif. Entalah masalah apa saja, Papua Merdeka sekalipun. Kenapa, perjuangan dan pergerakan Papua Merdeka bukan milik orang asli Papua tetapi semua pihak yang hidup diatas tanah Papua. Kesadaran ini harus mulai dibangun dari sekarang, sebab ada tertulis tak ada orang luar Papua yang datang menentukan nasib bangsa West Papua kecuali kita yang lahir, besar dan hidup lama di tanah ini.
Apa pentingnya kita hidup di tanah ini tapi sama sekali tidak memiliki rasa kepeduliaan terhadap tempat tinggal kita dan lingkungan sekitar. Kepedulian merupakan kata yang tepat untuk dimaknai oleh setiap pribadi kita dalam upaya menjaga tempat dimana kita bermukim dalam keberlangsungan hidup. Tidak penting berpikir tentang kita berasal dari mana untuk mencintai tempat keberadaan kita saat ini. Tetapi jauh lebih penting lagi bila kita memiliki kepedulian yang besar terhadap berbagai dinamika sosial.
Bagi saudara/i merasa tidak peduli dengan persoalan sekitar harus sadar. Bagi saudara/i hanya tahunya mewartakan pesan Hidup di tempat – tempat tinggi harus turun di jalan untuk mempraktekan secara nyata. Bagi saudara/i yang ingin memicah belah semua kerukunan SARA harus merasa malu dan bertobat dari sekarang. Bagi saudara/i yang hendak menghancurkan nasib orang Papua seperti banyak kejadian belakangan ini, harus jujur demi nama baik negara dan bangsa.
Mari, kita menjadikan “Papua Itu Rumah Kita” bersama tanpa harus saling menumpahkan darah dan menghilangkan nyawa bagi mereka yang tidak bersalah. Kita harus menghiasi pulau ini tanpa darah dan nyawa. Kita diajak untuk menghiasi pulau indah ini dengan jalan Kebenaran Hidup, Kejujuran Hidup, Keadilan Hidup, Kedamaian Hidup. Saat kita saling membuka diri demi membuka ruang dan jalan yang sengaja ditutup – tutupi oleh orang yang menghendaki kita saling terpicah belah dengan berbagai macam cara untuk membendungkan kesatuan dan persatuan kita sebagai sesama manusia yang sederat seperti bangsa – bangsa lain.
Kita boleh berbeda dalam suku, agama dan ras tapi kita tetap hidup pada satu tanah Papua, dari Sorong – Merauke. Kita boleh berbeda perjuangan dan pergerakan tapi kita tetap satu tujuan dalam satu tuntutan “Papua Merdeka”. Kita boleh berbeda dalam warna kain yang kita mengenakkan tapi tetapi satu benderah suci “Bintang Fajar”. Kita boleh melawan dengan cara yang berbeda tapi satu tekad dan komitmen, yaitu mengusir para kaum penjajah yang hidupnya menumpang di negeri “Papua Itu Rumah Kita” bersama.
Penulis adalah Anggota Aktif Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) St. Efrem Jayapura, Papua.
0 komentar:
Posting Komentar