(Foto: Dok. Ist, Labato/KM |
Selama 54 Tahun kolonial Indonesia menduduki di Papua Barat, hak Politik terus dibungkam dan dihancurkan Atas keterlibatan kapitalis, Imperialisme dan kolaborasi dengan neoklonialisme di West Papua. Maka bangsa Papua Barat harus berjuang untuk memperoleh Hak Dasarnya yaitu, Kemerdekaan Penuh Melalui mekanisme legal PBB, sebagaimana telah dapat dilaksanakan terhadap bangsa-bangsa lain di muka Bumi yaitu Hak Menentukan Nasib Sendiri (Self-Determination) melalui sebuah REFERENDUM yang demokratis dan bermartabat. Resolusi PBB No. 1752 yang Mengesahkan Perjanjian New York dan Resolusi PBB No. 2504. Merupakan pelecehan dan melanggar Hak politik orang Papua sebab sebelumnya tahun 1945 ketika PBB didirikan, wilayah Papua belum punya Pemerintahan Sendiri (Non Self Governing Territory) sehingga Papua dimasukan ke daftar Non Self Governing Territory pada Komisi Dekolonisasi PBB (UN 24th Committee).
Maka dibentuklah sebuah Komisi Pasifik Selatan (South Pacific Committee) melalui Perjanjian Canberra tanggal 6 February 1947 untuk mempercepat Pembangunan bagi Bangsa-Bangsa di Wilayah Pasifik Selatan mulai dari bahwa Garis 0° LS di bagian Utara, di Bagian Barat mulai dari Netherlands New Guinea dan Bagian Timur di Vanuatu serta Bagian Selatan di New Caledonia berdasarkan perjanjian Canberra Agreement Pasal 2. Hal ini dilakukan sesuai Piagam PBB Pasal 73 yang disahkan melalui Resolusi PBB No. 1514 dan Resolusi PBB No. 1541 karena Rumpun Bangsa Melanesia tidak sama dengan Rumpun Bangsa Indies (Indos Nesos, Indonesia) maka Belanda mendaftarkan Wilayah Netherlands Indies (Indonesia) dan Netherlands New Guinea (Papua Barat) secara terpisah seperti Netherlands Antilles dan Suriname.
Konferensi Meja Bundar (KMB) tanggal 29 Desember 1949, maka klaim Indonesia di KMB adalah suatu Pelanggaran terhadap Piagam PBB Pasal 73 karena tidak menghargai hak penentuan nasib sendiri rumpun bangsa melanesia (Papua Barat). Dalam Konferensi Meja Bundar yang dilaksanakan di Den Haag Belanda tanggal 23 Agustus-2 November 1945 disepakati bahwa mengenai status quo wilayah Nieuw Guinea tetap berlaku seraya ditentukan bahwa dalam waktu setahun sesudah tanggal penyerahan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat,masalah kedudukan-kenegaraan Papua Barat akan diselesaikan dengan jalan perundingan antara Republik Indonesia Serikat dan Kerajaan Belanda. Tetapi dalam kesempatan yang sama pula status Papua Barat (Nethderlands New Guinea) secara eksplesit dinyatakan oleh Mohammad Hatta, Ketua Delegasi Indonesia, bahwa “masalah Irian Barat tidak perlu dipersoalkan karena bangsa Papua berhak menjadi bangsa yang merdeka.
Untuk itu, Kami tidak akan pernah berhenti selama hak penentuan nasib sendiri bagi bangsa Papua sebelum terpenuhi.
Salam Satu Jiwa “One People One Soul”
*) Penulis adalah Pembelah dan Peduli Terhadap Sejarah Bangsa Papua
Editor: Frans P
0 komentar:
Posting Komentar