selamat datang dan selamat membaca semoga bermanfaat untuk anda..!
News

Hak Asasi Manusia dan Hak Pengetahuan di Internet

Ilustrasi HAM dan Hak Pengetahuan di Internet
Kami, Aliansi Damai Tanpa Diskriminasi, adalah kelompok masyarakat relawan, pekerja swasta, anak muda, mahasiswa-mahasiswi, guru, aktivis, ibu rumah tangga dan lainnya dari berbagai kota di Indonesia. Kami sangat peduli pada keberagaman, hak asasi manusia, penghormatan kelompok marjinal dan kesetaraan gender.

Dengan ini Aliansi ini menyayangkan keputusan pemblokiran 80 aplikasi dan media kelompok LGBT seperti yang diusulkan kepada Menkominfo dan menuntut penanganan kasus prostitusi anak secara serius, terpisah, komprehensif, tanpa memojokkan orientasi seksual tertentu.

Pernyataan Menkominfo Rudiantara bahwa pemblokiran ini mengatasnamakan keamanan masyarakat tidaklah beralasan; aplikasi-aplikasi tersebut digunakan secara tertutup bagi para pengunduh sehingga tidak seharusnya meresahkan non-pengguna atau mempromosikan apa pun. Media dan forum daring kelompok LGBT pun tidak bertujuan menginvasi ruang siapa pun.

Salah satu kekhawatiran yang diajukan Aliansi adalah indikasi penggunaan aplikasi dan media untuk praktik prostitusi dan pornografi anak yang berdasarkan asumsi, bukan data investigasi yang akurat. Pemblokiran tidak akan menyelesaikan masalah industri prostitusi dan pornografi anak ataupun kejahatan pedofilia, hanya akan mengalihkannya ke medium lain yang tidak terdeteksi.

Pedofilia adalah penyimpangan dan tindak kriminal yang terpisah dari orientasi seksual dan harus ditangani serius, bukan dijadikan sebagai agenda untuk mengisolasi kelompok orientasi seksual yang berbeda dari yang standar masyarakat ketahui yaitu kelompok LGBT. Saat ini, kelompok LGBT sudah menghadapi banyak kecaman, seperti: berbagai pelarangan adanya konseling untuk kelompok LGBT di kampus oleh Menristek karena “tidak sesuai dengan tataran nilai dan kesusilaan bangsa Indonesia” (Muhammad Nasir, sebagaimana dikutip Detik.com, 24/1/2016).

Adanya pemblokiran pembelajaran keberagaman seksualitas oleh kelompok konservatif (DR. Dewi Inong Irana, SpKK, sebagaimana dipublikasikan akun YouTube AILA Indonesia Media, 2/8/2016). Kemudian juga ada, marginalisasi oleh masyarakat yang mengidentifikasi LGBT sebagai kelainan jiwa, penyakit menular, akar pedofilia, dan sumber HIV (Sekjen AILA, 3/5/2014), padahal sudah disampaikan oleh forum psikologi internasional bahwa LGBT bukanlah penyakit. Dan berbagai hal lainnya yang cukup memprihatinkan.

Dengan minimnya ruang publik yang tersisa untuk mengekspresikan orientasi seksual mereka, aplikasi-aplikasi dan media ini telah menjadi area aman bagi kelompok LGBT untuk menjalin relasi dan pertemanan tanpa adanya penghakiman masyarakat. Pemblokiran ini adalah wujud diskriminasi terhadap Warga Negara Indonesia berdasarkan orientasi seksual yang menekankan tidak adanya tempat bagi komunitas LGBT di Indonesia.

Isolasi kelompok LGBT dari masyarakat Indonesia adalah salah satu dari tiga problem pokok bangsa yang disebutkan dalam Visi, Misi, dan Program Aksi Joko Widodo dan Jusuf Kalla: “Sikap untuk tidak bersedia hidup bersama dalam sebuah komunitas yang beragam telah melahirkan ekspresi intoleransi dalam bentuk kebencian, permusuhan, diskriminasi, dan tindakan kekerasan terhadap “yang berbeda””.

Berdasarkan permasalahan pemblokiran aplikasi-aplikasi LGBT, kami menyatakan bahwa:

1. Kami sangat menyayangkan pemblokiran yang seharusnya tidak dilakukan pihak pemerintah, karena bertentangan dengan UUD 1945 terkait pasal kebebasan berkelompok yang bisa diasosiasikan dengan kebebasan untuk berdiskusi dalam media aplikasi atau daring. Pemblokiran ini juga bertentangan dengan hak atas pendidikan karena hak informasi dan pengetahuan untuk pendidikan juga penting bagi masyarakat sipil, sesuai dengan UU No 39, Tahun 1999, tentang Hak Asasi Manusia.

2. Meminta kerjasama dan koordinasi antara pihak Menkominfo, kepolisian, pemilik aplikasi dan media terkait untuk menelusuri pelaku kejahatan. Dengan demikian, individu yang melakukan kejahatan akan diadili sesuai perilaku kejahatan, bukan orientasi seksualnya.

3.Kami menekankan pada pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla untuk memegang komitmen mereka sesuai dengan Visi bagian Berdaulat dalam Bidang Politik poin 10a yang menyatakan bahwa “[Pemerintah] mendedikasikan diri untuk memperjuangkan dan untuk tidak berlaku diskriminatif terhadap kelompok atau golongan tertentu dalam negara.” Dalam hal ini pihak LGBT mengalami diskriminasi dan pemblokiran dari kebebasan berekspresinya. Pentingnya pendidikan terhadap masyarakat bahwa diskriminasi ini tidak sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang Undang no 39, tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

4.Kami meminta pemerintah melindungi dan menjamin keamanan penuh seluruh warga negaranya, bukan membiarkan dan membina stigma bahwa seluruh kelompok LGBT sebagai pelaku kriminal. Hak atas keamanan juga dilindungi oleh Undang-Undang Dasar 1945 dan UU No 39, tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Menurut kami, pemblokiran bukanlah langkah untuk melindungi Indonesia dari kebobrokan moral, tetapi wujud kebencian dan diskriminasi yang menginvalidasi kewarganegaraan WNI khususnya komunitas LGBT.

Kami percaya bahwa tidaklah cukup bagi demokrasi untuk menjamin keamanan mayoritas masyarakat, saat keamanan itu harus dibayar dengan penistaan kelompok lain yang minoritas.

Jakarta 21 September 2016

Tertanda,

Aliansi Damai Tanpa Diskriminasi

Tertanda,

Aliansi Damai Tanpa Diskriminasi

Contact person:

Olin Monteiro email : olin.monteiro@gmail.com

Helga Worotitjan email : helga.inneke@gmail.com

Aan Anshori

Ade Kusumaningrum

Ahmad Aziz

Ajeng Herliyanti

Alexander Aan

Andre Marshal

Agustinus Abraham

Aquino W. Hayunta

Aria Gita Indira

Asep Sahidir

Aulia Ratna Dewi

Ayu Regina Yolandasari

Bryant Roosevelt Sabur

Candy Kotzen

Caroline J. Monteiro (Olin)

Dede Kendro

Dede Oetomo

Diana Bonton Wardanita

Estu R. Fanani

Famia Badib

Faiza Mardzoeki

Febe Tanujaya

Fajar Zakhri

Faradilla Fajrin Al-Fath

Fatahillah Nur Bintang

Febbry Lovina

Frisca Anindhita

Har Toyo

Helga Worotitjan

Hendri Yulius

Hera Diani

Ifan

Ika Ardina

Indri Mahadiraka Rumamby

Janno Pieter

Januarsyah Simatupang

Julia Suryakusuma

John Cheong-Holdaway

Kiwi

Larissa Wiratno

Lies Marcoes

Marcia Soumokil

Margareta Artanti

Maria Clarissa Fionalita

Maria Mustika

Maria Yohanista Erowati

Maulida Raviola

Michelle Dian Lestari

Mohamad Noval Auliady

Mutiara Proehoeman

Nandra Galang Anissa

Nursyahbani Katjasungkana

Nurul Mahmudah

Okky Madasari

Orry Lesmana

Poedjiati Tan

Ponari Okol

Rafinne Octavitae Mega

Ratna Batara Munti

Rezky

Rifdah Lathifah

Roberto

Rumenta Setyani

Sheany

Shinta Miranda Ardi

Sitti Rahmah Nur

Skolastika Lupitawina

Sophia Benedicta Hage

Stephanie Tangkilisan

Theresia Margaretha Tarigan

Valentina Sagala

Vita F. Zubeir

Wulan Kusuma Wardhani

Yacinta Kurniasih

Yenni Kwok

Yohan David Misero

Yuwono Dewi Sewoko

Yvonne Sibuea

Nama Organisasi:

Arts for Women (Indonesia)

FAMM Indonesia

Gay Islam Indonesia

Institut Perempuan (Bandung)

Institut Ungu

Interseksionalisme

Inspirasi Indonesia

Jakarta Feminist Discussion Group

Jaringan Islam Anti Diskriminasi

Jaringan Rakyat Bhinneka

Kolektif Alphabeta Medan

Komunitas Indonesia Feminis (Facebook)

Komunitas Dialogika Podcast (Facebook)

Komunitas Diversity LGBTQIA+ Ningbo/ UNNC

Komunitas Sobat Semarang

Konde Institute

Peace Women Across the Globe Indonesia

Rainbow Collective

Rumah Kluwung

Rumah Pelangi Indonesia (Semarang)

Yayasan Bhinneka Nusantara

Yayasan GAYa Nusantara

Yayasan Satu Hati Banten (SAHABAT)

Yayasan Srikandi Sejati

Sumber: Alinsi Damai Tanpa Diskriminasi
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Item Reviewed: Hak Asasi Manusia dan Hak Pengetahuan di Internet Rating: 5 Reviewed By: D.K.ADMIN BLOG