Spanduk di halaman Asrama Mahasiswa Papua Kamasan I, Jalan Kusumanegara, Yogyakarta, yang bertuliskan kesiapan mahasiswa Papua untuk pergi dari Yogya. (CNN Indonesia/Anggi Kusumadewi) |
Yogyakarta, (KM)--Isu eksodus kembali dibahas dalam pertemuan resmi bersama anggota Ikatan Pelajar dan Mahsiswa Papa (Ipma Papua) Yogyakarta, bertempat halaman asrama mahasiswa Papua, Kamasan I Jln. Kusumanegara. Mereka evaluasi bersama untuk memutuskan mahasiswa Papua tetap eksodus dan tidak melakukan Eksodus.
Dari berbagai pertimbangan yang dikemukakan oleh seluruh anggota menghasilan berbagai argument sehingga terjadi diskusi panjang yang memakan waktu cukup lama.
Ditinjau dari setiap pernyataan Sultan, Gubernur DIY, ada beberapa mahasiswa terus menjadi pertimbangan yang mendukung harus adakan eksodus secara menyeluruh di seluruh mahasiswa Papua di Luar Papua. Hal ini dikemukakan karena, menurut mereka pernyataan Sultan dinilai menyinggung keselamatan dan kenyamanan mahasiswa Papua di Luar Papua lebih khususnya di Yogyakarta.
Separatis, menurut mereka pernyataan ini berkaitan dengan keselamatan bagi mahasiswa se Jawa Bali, bahkan seluruh Mahasiswa di Luar Papua. Ini ibarat api dalam sekam, sewaktu-waktu asapnya akan nampak, sehingga eksodus itu harus dilakukan.
Selain itu, alasan lain yang memperkuat isu eksodus harus dilakukan, hal ini, menurut beberapa anggota, akan ada dampak positif terhadap perjuangan hak menetukan nasib sendiri bagi orang Papua.
Kemudian, ada juga yang menolak eksodus itu dilakukan. Menurut mereka eksodus itu tidak harus dilakuakn karena kata Separatis itu sudah terlahir bersama seluruh OAP. Hanya saya di Yogya baru saja dikeluarkan oleh Sultan, karena diduga ada kepentingan-kepentingan politik yang ingin dicapai oleh Sultan.
Sementara itu, saat diskusi berlangsung, Aliansi Mahasiswa Papua (AMP), Dalam menanggapi persoalan pengepungan yang dilakukan oleh TNI/POLRI dan ormas-ormas reaksioner di Asrama Mahasisswa Papua (Kamasan I) Yogyakarta pada tanggal 14 sampai 16 Juli 2016, merupakan suatu tindakan pembungkaman terhadap ruang demokrasi bagi Rakyat Papua, khususnya mahasiswa.
Eksodus merupakan suatu sikap yang membutuhkan proses dan persiapan yang panjang dan matang serta butuh kerja-kerja yang prinsipil,.
Menurut AMP proses perjuangan dalam mewujudkan Penentuan Nasib sendiri masih dibutuhkan proses dan kerja-kerja organisasi dalam hal membangun setiap insan Papua yang sadar akan ketertindasannya dan ideologi yang matang, sehingga dalam hal ini AMP berargumen bahwa, dalam hal pembungkaman ruang demokrasi yang dilakukan beberapa hari lalu perlu untuk dikonsolidasikan lebih luas sesama kelompok yang dipojokkan atas kepentingan kaum capital untuk membungkam ruang demokrasi.
Hari ini mahasiswa Papua yang berada di Luar Papua (Sejawa-bali) bernasip sama dengan rakyat Indonesia pada umumnya juga yang menerima stigma komunisme, juga kaum minoritas seperti LGBT dan Syia yang sama-sama sedang menjadi korban kepentingan kaum borjuasi di Yogyakarta untuk kepentingan eksploitasi di Indonesia.
Ketua AMP Komite Kota Yogyakarta, Abi Douw dalam sesi diskudi, Sabtu, (13/08) mengatakan, untuk menentukan "Nasib Sendiri" masih membutuhkan proses yang panjang. Setelah papua Barat atau ULMWP diterima sebagai anggota penuh di MSG, masih ada proses-proses yang harus dilalaui. Baik masuk ke PIF sampai pada meja PBB.
Alasan–alasan yang mengganjal pengadaan eksodus mahasiswa Papua ke Papua, diantaranya:
Pertama, Ditinjauh dari proses perjauangan “Pembebasan Papua Barat” masih panjang.
Kedua, Pendataan setiap pelajar dan Mahasiswa se Jawa-Bali, Sumatera, Kalimatan dan Sulawesi belum mendata baik. Hal ini disebakan karena adanya pemisahan kelompok-kelompok pelajar dan mahasiswa yang dilakukan oleh Pemerintah Papua dan Papua Barat melalui jalur-jalur beasiswa di sekolah menenga Atas dan perguruan tinggi di wilayah Indonesia. Mereka yang disekolahan oleh Pemerintah juga memiliki data tersendiri tanpa sepengetahuan Iktan Mahsiswa Papua di setiap kota studi dan kelompok-kelopok tersebut jarang, bahkan tidak perna terlibat dan mengumpulkan data disetiap Ikatan Mahasiswa Papua di seluruh Indonesia.
Ketiga, Pemerintah Papua dan Papua Barat belum ada koodinasi yang jelas, tekait menyikapi peristiwa Kamasan. Pemerintah Provinsi Papua Barat tidak terlibat dalam penyeslesaian peristiwa 15 juli lalu. Hal ini bisa berdampak buruk terhadap mahasiswa Papua, seketika eksodus itu dilakukan.
Keempat, Isu separatis sudah mendarah dangin terhadap seluruh Orang Asli Papua (OAP), dan pernyataan separatis itu dikeluarkan di kota pendidikan hanya karena kepentingan oleh elit Politik yang terkait.
Kelima, Keterlibatan mahasiswa Papua dalam pertemuan yang diadakan oleh Ipma-Papua untuk mengambil keputusan bersama terkait eksodus sangat kurang. Anggota yang hadir terbatas. Padahal isu eksodus lahir dari kebersaam dengan kondisi saat itu.
Keenam, Pernyataan eksodus dikeluarkan untuk melawan opini Sultan.
Ketujuh, Mereka yang menyatakan pernyataan sepratis dan pernyataan rasis dari ormas reaksioner adalah tindakan yang senono, “bodoh”.
Kemudian, dari semua pertimbangan-pertimbangan yang terus dipertahankan oleh setiap individu dalam pertemuan tersebut antara mereka yang setuju dan yang tidak setuju dengan eksodus, sehingga diambil keputusan bersama dan memutusakan untuk tidak melakukan eksodus saat ini. Akan tetapi isu eksodus tetap dilakukan sewaktu-waktu hal serupa kembali terjadi terhadap mahasiswa Papua.
Dengan ini, penyatan eksodus tidak dicabut, tetap ada sampai ada pertanggungjawaban atas pernyataan Gubernur DIY.
Ketua Ipma-Papua, Aris Yeimo, mengatakan, adanya isu Eksodus itu dikeluarkan untuk melawan opini Sultan. “Sementara Sultan tidak cabut pernyatannya, eksodus tetap ada. Untuk kenyaman terhadap mahasiswa Papua disetiap kota studi, kembali pada individu dan tanggungjawab penuh oleh ketua-ketua Paguyuban,” tegasnya saat diskusi berlangsung yang ditangkap oleh media Kabar Mapegaa.
Oleh sebab itu, soal kenyamanan, kembali pada individu masing-masing, ingin pulang ke Papau atau tetap tinggal di kota studi masing-masing.
Pewarta: Manfred Kudiai
0 komentar:
Posting Komentar