Foto: Dok, Prib Maximus D/KM |
Oleh: Maximus Dogomo
OPINI, KABARMAPEGAA.COM-- Berawal dari Papua di integrasikan kedalam Negara Kesatuan Republic Indonesia (NKRI) tahun 1959 sampai dengan saat ini. Krisis pendidikan masih banyak dijumpai di berbagai daerah di Papua, secara umum didaerah daerah pelosok lebih khususnya di daerah Pegunungan Papua.
Krisis pendidikan di Papua, yang sedang terjadi di hampir seluruh daerah yang ada di Provinsi Papua Barat maupun Papua. Dewasa ini masalah pendidikan sangat diprihatinkan lebih khususnya di Kabupaten Nabire, Distrik Siriwo. Belum hilang ingatan akan perampasan dan pengangambilan hasil kekayaan alam Siriwo secara illegal.
Disamping itu daerah Siriwo masih saja terjadi kasus lapar pendidikan. Yang artinya bahwa, di daerah Siriwo anak anak usia sekolah belum mendapatkan pendidikan yang layak, dibandingkan dengan dengan daerah lain yang sudah mendapatkan pendidikan yang layak seperti di bagian perkotaan.
Ketika sekolah sekolah diperkotaan proses belajar dan mengajar di mulai beberapa sekolah di Distrik Siriwo, diantaranya SD INPRES Ugida, SD INPRES Tibai, SD INPRES Epomani, SD INPRES Unipo dan SMP Negeri Siriwo, kegiatan belajar dan mengajar belum juga dimulai dan hal ini pun bukan dikarenakan libur sesuai dengan kalender pendidikan, tetapi realitas yang terjadi seperti demikian.
Masalah pendidikan di Kabupaten Nabire, Distrik Siriwo yang paling mendasar yang terjadi dari awal Distrik Siriwo dimekarkarkan dari dari Kabupaten Nabire sampai dengan saat ini dan masalah pendidikan ini pun, di Kabupaten Nabire bukan hanya terjadi di Distrik Siriwo, akan tetapi ada beberapa distrik yang mengalami masalah ini, beberapa distrik tersebut diantaranya, Distrik Dipa, dan Menou, kemudian beberapa masalah yang sangat universal yaitu:
Pertama, kurangnya tenaga pengajar yang memadai yang berada di tempat tugas ditempat dimana para tenaga pengajar ditugaskan untuk mengabdi dan menjadi tenaga pengajar yang bisa membebaskan orang Papua penjarah kebodohan.
Kedua, belum ada fasilitas yang memadai seperti perumahan dinas, perpustakaan, lab computer, lapangan olah raga sebagaimana sekolah sekolah di perkotaan.
Ketiga, belum ada gedung sekolah disetiap kampung atau desa yang ada di dalam Distrik Siriwo, dan Distrik Siriwo ada enam kampung atau desa akan tetapi kampung yang memiliki gedung sekolah hanya terdiri dari empat kampung dan dua kampung lainya belum memiliki gedung sekolah dasar, bahkan gedung sekolah yang ada pun belum memiliki tenaga pengajar.
Keempat, tenaga pengajar yang ada pun tidak menetap ditempat tugasnya dan selalu berada di kota walaupun belum ada libur sesuai dengan kalender pendidikan, sehingga dalam satu semester kegiatan belajar dan mengajar biasanya dilakukan terkadang berlangsung dua bulan atau tiga bulan dalam satu semester, sehingga para siswa dan siswi benar benar mengalami lapar dan haus akan pendidikan.
Kelima, tenaga pengajar hanya menerima gaji buta, mengapa dikatakan menerima gaji buta karena guru yang adapun, selalu di kota dan tidak mengabdi tempat tugasnya, dan hanya menerima jata beras dan dan gaji di kota.
Keenam, tenaga guru yang ada pun kebanyakan terjun kedunia politik dan adanya juga yang terjun kedunia birokrasi
Ketujuh, dengan adanya beberapa masalah mendasar dari beberapa masalah pendidikan yang ada membuat angka buta huruf semakin tinggi, kemudian banyak anak anak umur sekolah yang tidak menerima pendidikan yang layak, selayaknya anak anak sekolah lain dibagian perkotaan.
Karena itu, kami meminta kepada Pemerintah Provinsi Papua dan pemerintah pusat pada umumnya dan Pemerintah Kabupaten Nabire khususnya. agar segera mengatasi masalah ini, bila tidak ditangani dengan segera, akan berakibat buruk dan semakin banyak anak anak papua yang terpenjarahkan di dalam penjarah kebodohan. Maka dengan itu semakin banyak generasi papua yang hilang dan tergilas dalam era globalisasi.
Hal ini pun, akan menjadi masalah yang berkepanjangan apabila tidak di tangani dengan segera, maka pemerintah dalam ini pihak yang berkaitan yaitu, kementrian pendidikan, dinas pendidikan dan kepala daerah, segera mencari akar persoalan mengapa tenaga pengajar tidak berada ditempat? Mengapa angkah buta huruf di Papua semakin meningkat? Jelas, hal ini merupakan akar persoalan pendidikan untuk itu pemerintah harus mencari akar persoalannya itu sebenarnya ada terletak dimana. Mencari dan menemukan akar persoalan itu penting karena bila ditemukan akar persoalan maka akan di dapat juga jawaban daripada persoalan pendidikan tersebut, kemudian dengan adanya jawaban maka, akan memampukan pihak yang terkait untuk menjawab realitas pendidikan di Papua ini.
Kini saatnya juga untuk memikirkan berbagai jalan keluar agar masalah dalam bidang pendidikan ini tidak lagi terjadi jalan keluar yang perlu diupayakan diantaranya, rumah dinas yang dilengkapi dengan fasilitas yang memadai, seperti dilengkapi (TV) yang dilengkapi dengan dengan parabola, kendaraan roda dua, memberikan intensif khusus, harus dilengkapi fasilitas fasilitas yang memadai untuk menunjang pendidikan, harus di upayakan.
Gedung sekolah di masing-masing kampung dengan tenaga guru yang memadai bagi tenaga guru yang ikut bergabung politik yang masuk di birokrasi itu sebaiknya tidak boleh diberikan izin oleh pihak terkait, dan bila perlu diberikan skorsing atau sanksi sanksi sewajar harus diterima sesuai dengan peraturan yang berlaku, apabila tidak ada peraturan yang mengatur tentang hal itu, itu harus dirumuskan dalam Perda, Perdasus dan Perdasi. (FP/KM)
*) Penulis adalah Mahasiswa Papua, Kuliah di USTJ Jurusan Teknik Sipil
0 komentar:
Posting Komentar