Saat Ipmapa DIY, Aris Yeimo memberikan Laporan Kronologi ke DPRP , Polda Papua dan Perwakilan dari Pemprov, bidang Kasbanpol. (Foto; Manfred/KM) |
Yogyakarta, (KM)- Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) Komisi I, bidang Polhukham, Kesbanpol bidang Penanganan Konfilk bersama perutusan dari Kapolda Papua, Selasa (26/7) menemui langsung mahasiswa asal Papua di Yogyakarta, untuk mengkonfirmasi kebenaran informasi seputar aksi unjuk rasa mahasiswa Papua bersama Pro demokrasi pada Kamis-Sabtu (14-16/7).
Mereka yang hadir dalam pertemuan ini, Ketua DPRP Komisi 1, Elpius Tabuni, Sekretaris komisi 1, Ibu Matea Mameyau, dan 3 (Tiga) Anggota Komisi 1: Tan Wie Long, Wilhelmus Pigai dan Laurenzus Kadepa serta perwakilan Pemprov Helen Waromi, Bidang Kesbanpol, bersama wakil Ketua Badan Intejen Negara wilayah Papua, Alfred Papare.
Pertemuan tersebut berlangsung di dalam Aula Kamasan I. Tidak hanya disaksikan oleh mahasiswa Papua di Yogyakarta. Tapi ada juga perwakilan dari setiap kota studi di sejawa-Bali dalam hal ini yang dihadiri oleh ketua-ketua Ikatan Pelajar dan Mahsiswa (Ipmapa).
Sebagai pengantar, Aris Yeimo, Ketua Ipmapa DIY yang juga sebagai pembicara dalam pertemuan ini menjelaskan Kasus-kasus tindakan kekerasan bahkan sampai pembunuhan yang menewaskan beberapa mahasiswa Papua di Yogyakarta khususnya dan pada umumnya sejawa-bali yang diberi kesempatan kepada ketua-ketua Ipmapa setempat untuk menjelaskan kondisi di kota studi masing-masing.
Kemudian, Ketua DPRP Komisi 1, Elpius Kogoya menyampaikan maksud kedatangan timnnya ke Yogyakarta.
“Kami dari komisi satu , mendengar bahwa pada tanggal 14-15 Juli kemarin, ada peristiwa yang terjadi terhadap mahasiswa Papua, sehingga kami turun langsung untuk memastikan kejadian secara langsung kepada mahasiswa Papua” ujarnya saat pertemuan berlangsung.
Dia juga meminta kepada mahasiswa untuk memberikan keterangan berita yang pasti. “Harus sesui dengan apa yang terjadi sebenarnya. Setelah itu saya bersama tim akan audensi dengan Polda dan Guberbur DIY,” katanya
Kedatangan tersebut diperintakan oleh Ketua DPRP Papua, Yunus Wonda, untuk memastikan hal ini, kemudian masalahnya akan disampaikan kepada ketua DPRP papua, Kapolda Papua dan kepada Gubernur Papua.
Dia berharap semua persoalan yang ada, harus ada keterangan yang pasti, dan kami akan ambil data lansgsung kepada mereka yang telah di tahan oleh polisi DIY.
Menanggapi pernyataan tersebut, Aris Yeimo mengatakan untuk menyelamatkan seluruh mahasiswa Papua di sejawa Bali yang saat ini diatas statemen “Sepratis”. Maka, kami siap untuk eksodus Pulang ke Papua. Itu kesimpulan buat mahasiswa Papua.
“Kami tidak pikir soal kuliah, tetapi kami pikir keselamatan kami, ‘nyawa’. Nyawa ini Tuhan yang berikan kepada kami,” tuturnya
Kenapa saya katakan begitu ,lanjut Yeimo, di Yogya kami sudah tidak aman, kami sudah dikatakan lebel separatis. “kalau sudah ada lebel separatis, itu kami sudah tidak aman. dorang sudah mengiyakan untuk kami ditangkap, dibunuh, dan diteror,” tegas Aris dengan nada kecewa.
Aris juga menghimbau agar Pemerintah Provinsi Papua dan Papua Barat, tolong bagaimana cara supaya menghubungi kepada pemerintah DIY untuk tindaklanjuti peristiwa ini, Karena Setiap kegiatan yang dilakukan oleh mahasiswa Papua, selalu saja dipantau oleh pihak kepolisian dalam hal ini intel.
“Kenyamanan terhadap mahasiswa Papua sejawa-Bali, kami menuntut kepada DPRP dan dan pemeritah, segera mendesak kepada Sri Sultan, serta meminta pertanggungjawaban terkait pernyatan-pernyataan sepataris yang rasis, dan menjamin keamanan kepada mahasiswa dan warga Papua di Yogyakarta.
Pernyataan Aris ditanggpai langsung oleh Anggota DPRP Komis 1, Laurenzus Kadepa, kami sangat prihatin terhadap mahasiswa Papua, ini masalah serius.
Menurut Kadepa, ini peristiwa luar biasa, yang telah terjadi pada 14-16 Juli. Persoalan ini menjadi perhatian di mata dunia.
“Setelagh kami melihat laporan serta tonton sedikit tayangan situasi yang terjadi saat itu, kami sangat prihatin karena Kami manusia normal,” katanya
Terkait dengan aspriasi dari mahasiswa, lanjut Kadepa, “Mahasiswa Papua siap eksodus Pulang ke Papua”, Kami DPRP, terutama saya pribadi tidak bisa memaksa atau mengajak untuk segera pulang ke Papua.
“Interpensi apapun, keputusan mahasiswa adalah hak kalian, karena yang akan merasakan hidup aman adalah mahasiswa itu sendiri bukan saya, tapi saya hargai keputusan yang telah diambil. Itu kata hati kalian. Jadi keputusan yang diambil itu, bijaksna” tutur Kadepa yang ditangkap oleh Kabar Mapegaa.
Kemudian, Tang Wie Long, anggota Komisi 1, mengutuk atas peristiwa ini. Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh Kepolisian, ormas dan pernyataan- pernyataan Sri Sultan Hamengkubuwono X.
“Apa yang kami lihat di audio visul, yang pertama kami sangat prihatin, Kami komisi satu mengutuk atas peristiwa-peristiwa yang mengakibatkan korban dari adik-adik mahasiswa,” tegasnya
Katanya, Kami tidak tinggal diam, sesuai dengan apa yang telah kami lihat dan dengar, atas apa yang telah dirasahkan oleh mahasiswa Papua, akan diteruskan kepada Gubernur dan Ketua DPRP.
“Dan ini menurut kami, emergency. sudah sangat membahayakan bagi kehidupan kelangsungan dan kebebasan ekpresi bagi mahasiswa Papua dimana saja mereka berada, terutama di Yogyakarta,” pungkas Politikus dari Partai Hanura ini.
Dalam kesempatan itu juga, Tan Wie Long juga meminta maaf kepada mahasiswa Papua atas tidak hadirnya Ketua DPRP dan Gubernur Papua.
Tan menilai, kami dari dewan melihat kurang begitu serius respon dari pemerintah terhadap persolan-persoalan yang terjadi di mahasiswa. “Kami juga tidak tahu, setelah semua dikagetkan dengan peristiwa ini, kami di Papua, terutama pemimpin-peminpin kami hanya merasa prihatin, tapi tidak punya reaksi untuk bagaimana mereka-mereka itu datang kesini,” tegasnya didepan mahasiswa Papua.
Saat pertemuan berlangsung, Kabar Mapegaa menyaksikan. Pantauan Kabar Mapegaa, Mahasiswa menuntut kepada pemerintah Papua dan Papua Barat, untuk menjamin kemanan dan bebas ekpresi buat mahasiawa Papua se-Jawa Bali dan segera menyelesaikan pernyataan-pernyataan Sri Sultan Hamengkubuwono X melalui beberapa media online nasional, seperti di media online republika.co.id tgl 19 Juli 2016, 16:43 WIB, “Separatis tak Punya Tempat di Yogyakarta”. Juga pernyataan Bapak pada 20 Juli 2016. Tempo.co 20 Juli 2016 18:34 WIB “Aspirasi untuk menentukan nasib sendiri yang dilakukan mahasiswa Papua boleh dilakukan, asalkan tidak disampaikan kepada publik". “Kalau di asrama, silakan. Kalau disampaikan ke publik, di tempat lain sana, tidak di Jogja.”
Sementara itu DPRP menilai kasus ini serius, sehingga Gubernur Papua, Papua Barat serta Ketua DPRP segara turun untuk menyelesaikan persolan ini. Karena mereka yang hadir tidak memiliki wewenang untuk mengambil keputusan.
“Pemerintah itu harus bisa bertemu dengan Gubernur, bertemu dengan Kapolda, supaya jangan ada lagi penekanan hak-hak demokrasi di Indonesia, bukan saja di Yogyakarta,” ujar Tan saat pertemuan berlangusng di Aula Kamasan 1, Jln. Kusumanegara Yogyakarta.
Lanjut Tan, tentu saja kami sangat prihatin. Kenapa sampai seorang raja, seorang gubernur menyampaikan tentang masalah adanya separatis-separatis setelah terjadinya peristiwa penekanan dari pada hak demokrasi.
“Jadi, kita minta kepada pemerintah Provinsi Papua, Bapak Gubernur, ketua DPR harus turun tangan, tidk boleh diwakilkan untuk menyelesaikan masalah ini,” pungkasnya
Tan menilai, Bangsa Indonesia ini, setiap melaksanakan sesuatu agenda besar, NKRI itu dari Sabang sampai Merauke, tetapi coba dilihat secara rill, bagaimana kondisi-kondisi rakyat kita yang ada di Papua sana didalam ketertinggalan. Ini yang mungkin belum dilaksanakan secara serius oleh pemerintah Republik Indonsia.
“Oleh karena itu, pembungkaman dari pada asrpiarasi ini, salah satu ketertinggalan terhadap masyarakat Papua. Dan itulah yang tidak diperbolehkan, sehingga kami akan mendesak kepada gubernur dan ketua DPRP untuk segera menyelesaikan masalah ini,” katanya.
Kemudian, Wilhelmus Pigai, juga membenarkan pernyataan Tan yang meminta Pemerintah Provinsi dan DPRP turun tangan untuk menyelesaikan kasus ini.
Kata Pigai, dirinya sangat kecewa dengan ketidakhadiran Gubernur provinsi Papua. Para pemimpin-pemimpin Papua harus melihat masalah ini secara serius, apalagi dengan pernyatan-pernyataan yang dikeluarkan oleh Sri Sultan.
“Pernyataan-pernyataan rasis, ini tidak boleh. Ini penyelesaiannya antar Pemerintah. Pemerintah Papua, Pemerintah Papua Barat dengan pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta,” kata Pigai
Karena itu, lanjut Pigai, kami akan kembali untuk melaporkan masalah ini kepada Gubernur Papua. Meminta kepada Gubenur Papua segera datang ke Yogyakarta untuk melakukan pertemuan dengan Gubernur DIY serta pihak-pihak yang teribat dalam peristiwa ini.
Untuk menanggapi hal ini, Perwakilan Pemprov, Helen Waromi mengatakan sebenarnya memang yang hadir disini pimpinan tertinggi kami (gubernur).
Waromi menjelaskan, Pada awalnya Gubernur menugaskan kepada Sekda, namun ada agenda-agenda dari pemerintah yang mengharuskan kehadiran mereka. Harus ada di Jayapura.
“Tapi, semua data informasi, tanpa mengurangi atau menamba, akan saya laporkan kepada pimpinan kami. Saya juga berharap kerjasama dari DPRP komisi I,” pintanya
Inti dari pembicaraan ini belum selesai, tegas Yeimo, nanti kita akan bahas setelah kita bertemu dengan mereka semua. Kita bukan baru ketemu dengan DPRP, kemarin kami ke Papua terkait kasus Oplosan, sampai saat ini tidak ada tindak lanjut.
Kadepa kebali menanggapi hal tersebut. Kebutuhan mahasiswa sangat terancam. Akomodasi dari semua, adik-adik telah bicara. Kami terakhir sudah sepakat.
“Kunjungn ini akan berunjuk kepada Sultan, untuk meminta jaminan kesehatan dan keselamatan bagi mahasiswa Papua. Namun kesananya , ketemu mahasiswa Papua, jadi target kami, belum tuntas kami tidak puas, jadi terakhir kami akan kejar itu,” katanya
Lanjut Kadepa, tentang jaminan hidup, jaminan tertulis berupa peraturan daerah, atau intruksi gubernur ke seluruh rakyat yang berisi kepastian hidup mahasiswa Papua di Yogyakarta, termasuk rasisme. Jika tidak mahasiswa Papua telah sepakat pulang ke Papua.
Mahasiswa juga telah meminta tim dari DPRP Papua tidak boleh pulang meninggalkan Yogyakarta, sepanjang belum bekerja sampai surat jaminan keamana tertulis oleh gubernur DIY ada. Hal ini mahasiswa inginkan kedatangan ketua DPRP dan Gubernur Papua.
“Kalau tidak kami mendesak kepada gubernuyr Papua siapkan tiket. Eksodus Mahasiswa Papua ke Papua,” tegas Kadepa.
Kemudian, sekretaris DPRP Komisi I, Matea Mameyau dengan tegas mengatakan Indonesia gagal meng-Indonesia-kan orang Papua.
Pewarta: Manfred Kudiai
0 komentar:
Posting Komentar